Saat engkau melakukan kesalahan, itulah tandanya engkau belajar

Minggu, 19 Juni 2011

Cara mengobati sakit hati



Selamat, akhirnya mesin pencari mengarahkan anda pada tips yang satu ini. Bagi anda yang mengalami kesulitan dalam mengatasi perasaan sakit hati akibat putus cinta, saya memberikan beberapa cara dalam rangkaian langkah-langkah yang mudah untuk anda lakukan. Cara ini bisa juga digunakan bagi anda yang bermasalah dengan perasaan sakit hati akibat hal lain dalam permasalahan percintaan. Misalnya saja jika anda mengalami kegagalan dalam mengejar seseorang yang anda cintai atau kegagalan dalam menjalin hubungan dengan pacar atau pasangan anda.
Perasaan sakit hati atau rasa sakit hati tentunya merupakan hal yang sangat menyiksa. Beberapa orang bermasalah dengan hal yang satu ini, tentunya akibat dari permasalahan percintaan yang tidak mampu untuk dihadapi banyak hal lain menjadi terganggu. Akibat sakit hati karena putus cinta banyak orang yang terganggu dalam beraktifitas, prestasi hingga kesehatan fisikis. Walaupun permasalahan ini sudah banyak dialami orang, tentu beberapa dintaranya masih banyak yang tidak mampu menjalani dengan baik.
Berikut langkah-langkah mudah yang bisa anda lakukan:
1.      Stop Curhat
Walupun mecurahkan perasaan anda pada seseorang bisa mengurangi rasa sakit anda, ini hanya bersifat sementara. Seperti halnya dengan obat pereda rasa sakit saja. Mencurahkan perasaan anda pada seseorang tidak akan menyelesaikan permasalahaan anda. Menurut pengalaman kebanyakan orang, mencurahkan perasaan anda sangat beresiko pada hal-hal yang sangat pribadi bagi anda. Tanpa terkecuali dengan siapapun baik itu keluarga, saudara maupun teman sekalipun. Hal yang harus anda lakukan adalah menyelesaikan rasa sakit anda dengan orang yang bersangkutan misalnya mantan pacar, orang yang anda kejar atau dengan mantan istri anda. Sebaiknya anda berbicara langsung dengan objek yang mengakibatkan rasa sakit itu.

2.      Maafkan
Jika permasalahan datang dari luar, misalnya pacar, istri atau seseorang yang gagal anda dapatkan hatinya dalam hal ini segeralah anda maafkan. Sangat mudah sekali dengan membuat rasa dendam, namun apa salahnya jika anda memaafkan sebagai orang yang bijaksana. Tentunya hal ini tidak akan semkin mudah.

3.      Selesaikan
Maksud dalam langakah ini adalah anda harus segera menyelesaikan permasalahan anda dengan objek atau orang yang menjadi sumber sakit hati anda. Tentunya dengan jalan yang baik dengan menggunakan akal sehat anda. Dalam langkah ini sebaiknya anda harus mampu mengontrol emosi yang berintegrasi terhadap kepribadian anda yang sesungguhnya. Dengan cara ini sumber rasa sakit akan segera usai dan mualai menghilang dari benak anda.

4.      Lanjutkan atifitas
Hal penting yang harus anda lakukan adalah melanjutkan aktifitas keseharian anda. Dalam perasaan yang masih diliputi ketidak nyamanan setelah mengalami sakit hati biasanya seseorang kuarang berkonsentrasi. Namun, cobalah anda melakukan hal-hal yang baru dan lebih menantang. Gunakan liburan anda untuk melakukan aktifitas yang bermanfaat dan mengasikan. Jangan memaksakan aktifitas formal anda jika anda rasa tidak mampu. Saat anda mendapatkan prestasi dari aktifitas tersebut anda akan melupakan hal-hal negative yang terjadi sebelumnya.

5.      Lebih Dekat dengan Orang-orang
Buatlah aktifitas anda jadi kreatifitas. Jadilah diri anda sendiri dan lebih dekat dengan orang-orang. Baik itu tetangga, teman, kerabat dan siapapun. Hal ini merupakan titik akhir moment yang sangat membantu anda dalam mengobati sakit hati anda.


Sabtu, 18 Juni 2011

JODOH

       Kadang saya gerah juga kalau ada orang bilang kepada saya selesai saya curhat kepadanya, dengan kata-kata, “Yang namanya jodoh itu nggak akan ke mana.” atau dalam redaksi lain, “Manusia diciptakan berpasangan, pasti anda akan mendapatkan jodoh anda.” atau jawaban seperti, “Tuhan telah menetapkan jodoh untuk anda, karena semua ada di tangannya.”
Jawaban semacam demikian menampilkan Tuhan seperti orang tua yang sukanya menjodoh-jodohkan anaknya dengan orang lain yang terkesan wah, alias memukau. Apa Tuhan kerjanya cuma begitu doang? Tiap hari jodoh-jodohkan orang. Seperti main puzzle bongkar pasang, seraya menggumam, “kau sama dia, dia sama kau, ini di sini, yang itu di sana.”
Tapi jodoh itu sendiri apa sebenarnya?
Kalau ada orang yang bilang ke saya, “Sabar ya, jodoh itu di tangan Tuhan.” lantas maknanya apa? Malah yang dimaksud jodoh jadi terkesan konyol. Misalnya jika saya menikah dengan seorang perempuan, katakan bernama Hani. Apakah si Hani itu benar-benar jodoh yang telah ditetapkan Tuhan, bahkan sebelum saya lahir ke dunia? Apakah jodoh berarti orang yang kita nikahi? Lantas kalau saya bercerai dengan Hani, apakah berarti Hani bukan jodoh saya? Dan kalau misalnya saya menikah dengan Hani dikarenakan atas dasar keinginan orang tua, alias melalui jalur perjodohan sesama orang tua, apakah si Hani bisa dikatakan benar-benar jodoh saya yang telah ditetapkan Tuhan itu?
Contoh lagi si Siti Nurbaya yang menikah dengan Datuk Maringgih akibat proses di balik layar antara orang tua Siti Nurbaya dengan si Datuk. Apakah Datuk Maringgih itulah jodoh yang telah ditulis Tuhan di alam azali untuk Siti Nurbaya? Lalu si Syamsul Bahri itu siapa, orang yang berusaha merusak ketetapan Tuhan?
Terus kemudian ucapan bahwa manusia pasti diciptakan berpasang-pasangan, lantas bagaimana dengan orang yang berpoligami? Katakan Ali mempunyai istri dua, yakni Nayla dan Nura. Apakah yang dimaksud dengan berpasangan-pasangan itu tidak mutlak hanya terdiri dari dua orang, alias sepasang saja? Bisa jadi pengertian berpasang-pasangan itu jika diaplikasikan pada rumah tangga Nayla dan Nura, dalam bingkai poligami. Kalau diuraikan, Nayla berpasangan dengan Ali adalah sepasang. Dan Nura berpasangan dengan Ali juga sepasang. Maka dalam kehidupan Ali sesungguhnya dia punya sepasang istri, Nura dan Nayla. Yang seperti itukah yang dibilang saling berjodoh, dan jodoh yang telah ditetapkan Tuhan itu?
Lalu ada jawaban bahwa jodoh itu bukan berarti selamanya, seperti kalau misalnya ada dua orang sahabat bertemu di jalan setelah mereka kehilangan komunikasi. Berarti kan dua orang sahabat itu saling berjodoh bisa bertemu di satu tempat berbarengan, dan kemudian bisa berpisah lagi setelah pertemuan itu.
Nah, dari contoh ini sebenarnya bisa dilihat bahwa jodoh itu takkan bisa lepas dari prinsip “ada perjumpaan, ada perpisahan.”  Lalu kenapa jodoh sampai dibela sedemikian rupa sebagai konsep yang azali dan sakral. Kenyataannya jodoh pun tak suci-suci amat. Bahkan terkadang bisa dimanipulasi biar dianggap itulah jodoh yang telah ditakdirkan Tuhan. Perilaku demikian utamanya suka dilakukan oleh ayah yang getol memaksa anak perempuannya untuk menikahi pria pilihan ego ke-ayahannya.
Maka dari itu, bagi saya konsep jodoh adalah konsep yang absurd, apalagi pakai dikaitkan dengan Tuhan segala. Karena jodoh tidak berlaku selamanya sampai kematian memisahkan. Kemudian yang disebut jodoh, jika mau dibilang jodoh, ternyata tak mesti antara satu orang pria dan satu orang perempuan. Bisa jadi jumlahnya jamak, seperti kata-kata pasrah perempuan yang mau dipoligami, “Mungkin ini sudah jodoh yang diberikan Tuhan.”
Jodoh yang katanya ketetapan Tuhan itu juga tak luput dari campur tangan manusia, seperti contohnya pemaksaan orang tua kepada anaknya. Dan jodoh yang dielu-elukan sebagai hak Tuhan itu ternyata ada batas kadaluarsanya, bisa setahun, dua tahun, atau sepuluh tahun. Itu tandanya jodoh tidaklah abadi, maka ketetapan Tuhan soal jodoh juga tidak berlaku kekal. Jodoh bisa direcoki ulah manusia, dideterminasi kondisi sosial, politik, dan lebih-lebih ekonomi-ketika anak perempuan dijual untuk dinikahi rentenir biar utang lunas.
Konsep jodoh adalah ketetapan Tuhan cuma hiburan penggembira buat orang-orang jomblo, apalagi jomblonya karena memang nggak bisa mendapatkan calon pasangan. Atau nggak bisa menjual modal dalam dirinya untuk disukai orang lain. Berbeda dengan orang yang dengan mudah mendapatkan calon pasangan, dia bisa gonta ganti jodohnya sesuka dia, sekarang nikah besok cerai.
Lalu ada jawaban lain bahwa orang yang punya kebiasaan kawin-cerai tidak bisa dikatakan dia sudah menemukan jodohnya. Justru karena kawin-cerai berulang kali, dia sedang mencari jodohnya. Karena pasangan yang kita nikahi belum tentu jodoh kita. Lalu bagaimana maksudnya jodoh kita telah ditetapkan Tuhan? dan siapa jodoh kita kalau bukan dengan mengira bahwa kita menemukannya saat menikah?
“Jodoh adalah cinta sejati, artinya orang yang menjadi cinta sejati kita adalah jodoh kita nantinya.” jawaban seperti ini bagi saya tambah rancu lagi, karenanya hanya bolak-balik ke pembahasan awal. Cinta sejati itu apa, siapa, apakah sudah ditetapkan sejak zaman azali oleh Tuhan atau belum? Kalau cinta sejati sudah ditetapkan oleh Tuhan apa bedanya dengan konsep jodoh yang selalu dielu-elukan itu? Berarti konsep cinta sejati dan jodoh tidak jauh berbeda, dan kalau tidak jauh berbeda maka cinta sejati pun tidaklah abadi.
“Tapi cinta sejati bisa tidak terikat oleh pernikahan, dan di luar sistem pernikahan. Kadang pula cinta sejati adalah cinta yang tidak bisa dimiliki.” Lalu kalau cinta sejati tak bisa dimiliki, tapi cinta sejati juga dianggap jodoh. Kenapa cinta sejati yang katanya jodoh itu ternyata tidak bisa dimiliki? Bukankah jodoh itu berarti kita mendapatkan, dan memiliki seseorang yang katanya ditetapkan jodoh kita? Dalam arti lain, jodoh harus dimiliki, lantas mengapa cinta sejati tak harus memiliki. Padahal katanya jodoh kita adalah cinta sejati kita.
Bagi saya pribadi, jodoh dan cinta sejati adalah konsep absurd (kalau tidak mau dibilang konyol). Jodoh dan cinta sejati itu istilah yang dibuat-buat untuk sesuatu yang tidak eksis, bahkan di dunia metafisik. Lalu mengapa ada istilah demikian, menurut saya jawabannya karena batas antara maya dan gaia, atau nyata dan absurd, fisik dan metafisik, adalah kesatuan yang membawa manusia berada dalam simulasi, atau simulacra dalam istilah Baudrillard. Di dunia fisik, labirin simulasi dibentuk oleh materi-materi kasat mata dan atribut simbolik, seperti pernikahan, cincin tunangan, kata-kata “i love you,” dan sebagainya. Sedangkan di dunia metafisik, labirin simulacra dibentuk oleh emosi, ego, id, anima, self, dan semacamnya yang kadang terasa spiritual, batini, transenden, atau holistik.
Namun itulah absurditas, memainkan peranan besar dalam kehidupan manusia, termasuk melebur antara kebetulan, dan takdir, seakan menyatu. Dampak yang ditimbulkan adalah mengenyampingkan determinasi manusia dalam memilih. Makanya saya lebih suka dibilang, “Kamu sih orangnya pilih-pilih, makanya nggak dapat jodoh.” bagi saya perkataan demikian bukanlah hinaan. Bagi saya jodoh adalah memang soal pilihan, soal siapa yang akan kita pilih untuk kita pacari, nikahi, atau ceraikan.  Seperti misalnya ada pria cacat, tapi ternyata ada perempuan yang memilih pria itu untuk dijadikan suaminya. Atau pria yang kecelakaan hingga lumpuh, si perempuan bisa saja memilih meninggalkan atau tetap bersama suaminya.
Kalau si istri tetap bersama suaminya, maka akan disebut setia. Dan kalau meninggalkan suaminya, maka si istri dibilang berkhianat, selingkuh, dan macam-macam. Hal demikian cuma konstruk masyarakat saja mengenai sikap setia seperti apa, dan sikap berkhianat bagaimana. Konstruk masyarakat memang bisa dijadikan bahan pertimbangan, namun pada dasarnya perempuan yang mendapati suaminya lumpuh setelah kecelakaan itu, bisa memutuskan pilihan mana yang dia ambil, meninggalkan atau setia.
Kalau ada yang bilang, “Manusia memilih, tapi Tuhan yang menyetujui.” lantas berapa kali Tuhan harus keluarkan surat Approval bagi pria dan perempuan yang doyan kawin-cerai, dan berpoligami. Seperti itulah jodoh menurut saya, bukan hal yang pasti apalagi ketetapan Tuhan, bukan sesuatu yang berjalan linear, dan amat konyol kalau terus dibela sebagai suratan takdir yang ditulis sebelum manusia lahir.

saya ambil dari

El-kazhiem

Senin, 06 Juni 2011

Amalan ringan yang bisa membantu kita kelak

Assalamualaikum

Iman harus dibuktikan dengan amal saleh. Demikian bila kalau kita perhatikan dalam al-Qur’an, dimana kata “aamanu” selalu bergandengan dengan “‘amilu shaalihat”. Hal ini menunjukkan bahwa iman tidak bisa dipisahkan dengan amal saleh. Seseorang yang mengaku beriman, tetapi tidak mengerjakan amal saleh, tentulah imannya tidak sempurna. Sebaliknya, seseorang yang melakukan amal saleh tanpa disertai keimanan, maka sia-sia amalnya. Dengan demikian, iman dan amal saleh adalah dua pilar yang mesti berjalan beriringan. Al-Qur’an menerangkan, “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami berikan balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl [16]: 97).
Setiap amal perbuatan manusia pasti ada balasannya di akhirat kelak. Bahkan, amal sepele yang beratnya tak lebih dari biji sawi pun ada hitungannya. Amal-amal itulah yang nanti akan menentukan kemana akhirnya seorang hamba kembali, ke surga atau neraka. Yang pasti, tak ada seorang manusia pun yang ingin dirinya kekal di neraka.
Setiap manusia yang meyakini akan adanya hari pembalasan, ia akan berusaha melakukan amal-amal kebaikan yang akan membawanya ke surga. Bahkan, Rasulullah mengingatkan kepada umatnya untuk tidak meremehkan sekecil apapun kebaikan yang berpotensi membawa sang pelakunya ke surga.
Begitu banyak amalan yang terlihat ringan dan sepele, dikatakan oleh Rasulullah sebagai pembuka pintu surga. Karena bisa saja amalan ringan tersebut justru berkadar tinggi di sisi Allah. Dan sungguh beruntung orang yang bisa memberatkan timbangan amal kebaikannya dengan amal-amalan ringan namun bisa membawanya ke surga.
Diantara amalan ringan yang diuraikan penulis dalam buku yang bersumber dari buku Tamamul Minnah bi al-Bayaani al-Khisha al-Mujibah lil Jannah karya syaikh Abu al-Fadhl al-Hasani ini, adalah Menjenguk Orang Sakit.
“Barang siapa menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka malaikat berseru, “engkau adalah orang yang baik, langkahmu adalah langkah yang baik, dan engkau telah mendapatkan suatu posisi di surga” (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah ra)
Menjenguk orang sakit memang merupakan amalan yang terlihat mudah dan ringan. Semua orang mungkin saja bisa melakukannya. Baik ia miskin maupun kaya, asalkan mau menyempatkan diri menengok saudaranya yang sedang sakit, atau sekadar berkunjung untuk bersilaturrahmi kepada saudaranya yang lain, ia bisa mendapatkan kesempatan meraih keutamaan amalan ini.
Selain hadis di atas, penulis juga menguraikan hadis mengenai Menutup Aib Seorang Muslim.
“Tidak ada seorang mukmin yang melihat aurat saudaranya lalu ia menutupinya, melainkan Allah akan memasukkannya ke dalam surga.”
Pada buku ini penulis mengutip pendapat syaikh Utsaimin mengenai pengertian aurat dalam hadis di atas. Menurut beliau, aurat di atas yang dimaksud adalah aurat maknawiyah (aurat yang berupa aib, maksiat dan keburukan sifat atau tindakan).
Dalam hadis lain disebutkan bahwa Allah akan menutupi aib seorang muslim di dunia dan di akhirat bagi mereka yang menutupi aib saudaranya. Amalan ini juga terlihat ringan, namun sangat sulit dilakukan bagi sebagian orang pada saat ini, apalagi ditambah dengan pemberitaan di televisi -terutama infotainment- yang mengumbar aib seseorang tanpa melalui proses tabayun (‘cek dan ricek’). Tetapi jika hal ini dilakukan demi untuk penegakkan hukum dan dijadikan pelajaran bagi orang lain, maka membuka aib orang tersebut menjadi sah-sah saja. Kita pun dapat menilai mana yang lebih utama, apakah dengan menutupi aib seseorang lebih mendatangkan maslahat dibandingkan mafsadat, atau malah sebaliknya.
Keempat puluh amalan ringan yang ada di buku ini merupakan amalan sosial yang bersifat materi maupun immateri, seperti memberikan kemudahan dalam berjual beli, memasukkan kegembiraan ke dalam hati seorang muslim, santunan kecil kepada orang lain, mendamaikan dua pihak yang berseteru, menyingkirkan kotoran dan gangguan dari mesjid, dan amalan lainnya.
Semua amalan ringan yang disebutkan dalam buku ini bisa saja menjadi amalan luar biasa yang dapat mengantarkan pelakunya ke surga. Namun, semua itu kembali lagi kepada ikhlas atau tidaknya niat sang pelaku. Jika tidak, amalan tersebut akan menjadi amalan ringan dan sepele yang biasa saja.
Syukur alhamdulillaah, kita memiliki Allah yang sedemikian penyayang dan Maha Pengampun. Yang Allah pinta hanyalah kembalinya kita kepada-Nya setelah kita melakukan dosa. Mengakui kesalahan kita, meminta maaf atas kekhilafan kita,memohon ampunan atas dosa kita, itulah yang Allah pinta. Sebagai gantinya Allah akan mengampuni kita dan menghapus dosa-dosa kita, berapa pun banyaknya.
Doa dan Dzikir Penghapus Dosa
Berikut ini adalah beberapa tuntunan Rasulullaah saw. tentang amal-amal yang akan menghapuskan dosa-dosa kita.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, r.a. bahwa Nabi saw. bersabda:
“Barangsiapa mengucapkan ‘ Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syaarikalahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai’in qadiirseratus kali akan memperoleh ganjaran sebagaimana membebaskan sepuluh budak, dan seratus kebaikan akan dicatatkan atasnya, dan seratus dosa akan dihapuskan dari catatan amalnya, dan ucapan tadi akan menjadi perisai baginya dari Syaithan pada hari itu hingga malam hari, dan tak ada seorangpun yang bisa mengalahkan amal kebaikannya kecuali orang yang melakukan amal yang lebih baik darinya.” [Shahih Bukhari]
“Barangsiapa yang membaca Subhanallah sehabis tiap bershalat -wajib- sebanyak tiga puluh tiga kali dan membaca Alhamdudillah sebanyak tiga puluh tiga kali dan pula membaca Allahu Akbar sebanyak tiga puluh tiga kali dan untuk menyempurnakan keseratusnya ia membaca: La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadir, maka diampunkanlah untuknya semua kesalahan-kesalahannya, sekalipun banyaknya itu seperti buih lautan.” [Shahih Muslim]
“Barangsiapa yang mengucapkan: Subhanallah wa bihamdih -Maha Suci Allah dan dengan mengucapkan puji-pujian padaNya-, dalam sehari sebanyak seratus kali, maka dihapuskanlah dari dirinya semua kesalahan-kesalahannya (dosa-dosa kecil), sekalipun kesalahan-kesalahannya itu banyaknya seperti buih lautan.” [Muttafaq 'alaih]
Dari Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ’anhu ia berkata: “Jika Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam hendak bangun dari suatu majelis beliau membaca: Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika (Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagiMu, aku bersaksi bahwa tiada ilah selain Engkau aku mohon ampun dan bertaubat kepadaMu)”. Seorang sahabat berkata: “Ya Rasulullah, engkau telah membaca bacaan yang dahulu tidak biasa engkau baca?” Beliau menjawab: “Itu sebagai penebus dosa yang terjadi dalam sebuah majelis.” [RIwayat Abu Dawud]

Wassalam


Shalat Sunnat Istikharah


Dalam hidup ini setiap orang tidak akan pernah sepi dari berbagai urusan dan masalah. Seorang bapak, sebagai kepala keluarga tentu mempunyai banyak urusan dan masalah. Usaha apa yang cocok untuk dia jalankan, kendaraan mana yang baik bagi dirinya, pria mana yang mesti dia pilih untuk mendampingi putrinya, semua urusan itu butuh penyelesaian yang tepat. Bagi yang pemuda juga tidak sedikit urusan dan masalah yang dia hadapi. Sekolah mana dan jurusan apa yang pas untuk dirinya, kontrak rumah di mana –bagi yang indekost—, siapa-siapa yang layak untuk dia jadikan teman dekatnya, semua itu juga perlu solusi yang pas dan terarah.

Istikharah, jawabnya. Minta bimbingan langsung kepada Allah dengan penuh kesungguhan dan kepasrahan. Mengapa? Karena Allah, Yang Mahakuasa, yang menggenggam jiwa manusia tentu yang lebih tahu mana yang terbaik untuk hamba-Nya.

Istikharah adalah amalan yang selalu diamalkan oleh Nabi r. Beliau sangat menekankan pentingnya istikharah. Kata salah seorang sahabat beliau, Jabir bin Abdullah, “Rasulullah mengajari kami istikharah sebagaimana beliau mengajari kami sebuah surat dalam Al Qur’an.”


Shalat Istikharah adalah Shalat Sunnat dua rakaat untuk memohon petunjuk kepada Allah, dalam hal menentukan pilihan dari dua perkara yang belum diketahui baik dan buruknya. Dalam sebuah Hadist dikatakan, Jabir bin Abdullah ra berkata : “ Rosulullah SAW mengajarkan kepada kami beristikharah pada segala macam urusan kami, seperti beliau mengajarkan kepada kami surat Al-Qur’an.”
Dan didalam Hadist yang lain Rosulullah SAW bersabda : “ Apabila seseorang diantara kamu berkeinginan melakukan sesuatu, hendaklah ia ruku’ dengan dua ruku’ (shalat dua rakaat) yang selain fardhu. Sesudah Shalat, kemudian membaca do’a ini. “ (kedua Hadist tersebut diatas terdapat dan dikutip dari buku Rahasia Shalat Sunnat oleh : Abdul Manan bin H. Muhammad Sobari, halaman 58 – 59)
Ket : Yang dimaksud dalam Hadist ini dengan Ruku’ dengan dua Ruku’ ialah Shalat Istikharah dua raka’at. Dan do’a sesudah Shalat Sunnat Istikharah akan disampaikan kemudian dalam artikel ini.
Kata Istikharah dalam bahasa Arab berarti minta dipilihkan. Seorang teman meminta tolong kepada temannya untuk memilihkan mana buku bacaan yang terbaik dari buku bacaan yang ada. Ini dinamakan perbuatan Istikharah. Seseorang mau melakukan Istikharah biasanya apabila ia merasa ragu untuk memilih, sehingga meminta bantuan orang lain atau temannya. Demikian juga halnya dalam beragama. Apabila manusia tidak dapat memecahkan masalah yang dihadapkan dengan akal dan fikiran maka ia mengadukan masalah tersebut kepada Allah SWT agar Allah dapat membantu memilihkan keputusan mana yang harus diambil. Cara meminta pilihan kepada Allah itu dapat dilakukan bermacam-macam, antara lain dengan berdo’a agar Allah memberi hidayah, atau melakukan Shalat dua raka’at. Shalat dua raka’at inilah yang disebut dengan Shalat Istikharah.
Oleh karena itu, pengertian Shalat Istikharah adalah Shalat dua raka’at yang dimaksudkan memohon kepada Allah untuk membantu memecahkan (memilihkan) suatu hal yang belum dapat diselesaikan sekarang. Sementara manusia sebagai mahluk berfikir diberi akal dan hati nurani sebagai alat pertimbangan dalam kehidupan. Tetapi apabila ada sesuatu yang tidak terjangkau oleh akal dan fikiran manusia, maka disaat itulah diperlukan keimanan. Problema anak manusia semenjak dia dilahirkan ke dunia ini adalah sangat kompleks dan kadangkala memang silih berganti. Sepanjang masalah tersebut masih dapat diselesaikan oleh akal, maka manusia dapat hidup dengan tenang. Tetapi, toh tidak setiap persoalan (masalah) itu dapat diselesaikan oleh akal, karena akal manusia itu sendiri mempunyai keterbatasan. Kalau sudah begini, manakala akal sudah menyerah dan sudah tidak dapat dipergunakan untuk berfikir lagi, sudahlah pasti anak manusia yang masih mengganjal masalah (problema) itu tidak akan dapat hidup dengan tenang.

Kalau sudah demikian, kepada Allah SWT jua kita (manusia ) mengadu, meninta dan memohon. Karena memang Dia tempat manusia meminta. Karena hanya Dia (yaitu Allah SWT ) saja yang kita (manusia) sembah dan hanya kepada Dia kita (manusia) memohon pertolongan. Disinilah keagungan ajaran Islam itu tampak, Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya agar melakukan Shalat Istikharah ( Shalat minta dipilihkan). Anjuran Nabi SAW ini berkaitan dengan fitrah manusia yang mempunyai hati Nurani sebagai tempat bersemayamnya kemauan dan ketaqwaan. Fungsi dan tujuan Shalat Istikharah terlihat yaitu pada ketika manusia sedang nyenyak tidur dan dunia hening tanpa ada suara yang hiruk pikuk, pada saat itu seorang hamba Allah ruku’ dua rakaat memanjatkan doa dan mengadukan nasibnya kepada Yang Maha Kuasa. Hati yang teguh disertai keyakinan yang kuat akan kebenaran agama Islam, niscaya semua kesulitan akan terpecahkan secara baik karena Shalat Sunnat Istikharah memberikan arah dan ketentraman kepada jiwa yang sedang kalut. Allah SWT akan memberikan petunjuk atas apa yang umat manusia resahkan melalui Rahmat dan Syafaat-Nya kepada hati sanubari manusia. Hati sanubari inilah kemudian yang menggerakkan raga manusia untuk memilih salah satu yang ditunjuk Allah. Namun sekiranya setelah selesai Shalat Sunnat Istikharah dan persoalan tidak juga kunjung terpecahkan. Ingat, jangan salahkan Allah, mungkin kita belum memenuhi syarat dan kriteria agar suatu doa diakbulkan. Mungkin juga hanya masalah waktu, sebaiknya kita ulangi dua sampai tiga kali Shalat Sunnat Istikharah kita. Sehingga Allah memberikan petunjuk-Nya (ilham) kepada diri kita. Sebab ada hal yang tidak dapat diperkirakan oleh akal manusia, yakni gerak Allah membantu hamba-Nya. Begitu juga, manusia kadang-kadang tidak sadar, bahwa ia justru sedang menikmati suatu karunia Illahi.
• Cara melakukan Shalat Sunnat Istikharah :
1. Niat :
2. Bacaan Surat setelah Al-Fatihah :
Rakaat Pertama, Surat Al-Kafirun
Rakaat kedua, Surat Al-Ikhlas
3. Selesai Shalat, mambaca doa. ( keterangan tersebut ini )
Pada waktu berdoa itulah disampaikan apa yang diinginkan dan inti dari Istikharah pada waktu tersebut. Ada Hadist Rosulullah SAW setentang doa Istikharah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut :

“Ya Allah, Tuhanku, sesungguhnya aku mohon petunjuk kepada-Mu tentang mana yang baik buatku menurut ilmu-Mu. dan aku mohon diberi kekuatan dengan kekuatan-Mu dan dengan keagungan-Mu yang besar. Karena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Kuasa, aku tidak berkuasa. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan aku tidak mengetahui serta Engkaulah Yang Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa perkara ini baik bagiku dan agamaku dan dalam kehidupanku dan pada akibat tindakanku, maka tetapkanlah untukku kemudian berkahilah aku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa pekerjaan ini buruk bagiku dalam agamaku dan kehidupanku dan akibat tindakanku, maka palingkanlah yang jahat itu dari aku dan palingkanlah aku darinya. Dan tentukanlah bagiku kebajikan sekiranya ada. Kemudian ridhoilah aku dalam kebajikan itu. “ ( HR Bukhari
wassalam

Minggu, 05 Juni 2011

ciri-ciri wanita baik

                                                  Assalamualaikum  Wr Wb                                                   
Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.

Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.

Lalu bagaimanakah supaya kita selamat dalam memilih pasangan hidup untuk pendamping kita selama-lamanya? Apakah kriteria-kriteria yang disyariatkan oleh Islam dalam memilih calon istri atau suami?

A. Kriteria Memilih Calon Istri

Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya :

1. Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Dalam hadits di atas dapat kita lihat, bagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menekankan pada sisi agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta, keturunan, bahkan kecantikan sekalipun.

Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221)

Sehubungan dengan kriteria memilih calon istri berdasarkan akhlaknya, Allah berfirman :

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (QS. An Nur : 26)

Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu tersebut agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wanita yang shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya :

“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (QS. An Nisa’ : 34)

Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

2. Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.

Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :

a. Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan. Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena itu seorang wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya mampu melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga dapat menunaikan kewajiban mendidik anak serta menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna.

b. Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka biasanya wanita itu pun akan seperti itu.

3. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.

Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan sebagian hikmah menikahi seorang gadis :

Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : “Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : “Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”

4. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.

Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara hereditas.

Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya.

Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.

B. Kriteria Memilih Calon Suami

1. Islam.

Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)

2. Berilmu dan Baik Akhlaknya.

Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)

Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak menjadikan kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur : 32)

Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaan dan keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagaimana memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya serta agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalankan kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami, mendidik anak-anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan nafkah.

Jika dia merasa ada kekurangan pada diri si istri yang dia tidak sukai, maka dia segera mengingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu :

Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Jangan membenci seorang Mukmin (laki-laki) pada Mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai.” (HR. Muslim)

Sehubungan dengan memilih calon suami untuk anak perempuan berdasarkan ketakwaannya, Al Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki :

“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki-laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia tidak akan mendzaliminya.”

Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon suami, salah satunya mengamati kehidupan si calon suami sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-orang dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya.

Demikianlah ajaran Islam dalam memilih calon pasangan hidup. Betapa sempurnanya Islam dalam menuntun umat disetiap langkah amalannya dengan tuntunan yang baik agar selamat dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Wallahu A’lam Bis Shawab. Wassalam

~ oleh Gugun pada Maret 18, 2009.

Sabtu, 04 Juni 2011

shalat berjamaah

Sebagian ummat Islam masih membiasakan diri mengerjakan sholat lima waktu di rumah atau di kantor tempat ia bekerja. Sangat sedikit yang membiasakan sholat lima waktunya berjamaah di masjid atau musholla di mana azan dikumandangkan.Bahkan ada sebagian saudara muslim yang membiasakan dirinya sholat seorang diri alias tidak berjama’ah. Padahal terdapat sekian banyak pesan dari Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam yang menganjurkan ummat Islam –terutama kaum pria- sholat berjama’ah di masjid tempat di mana azan dikumandangkan.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ
حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ (صحيح مسلم)
Ibn Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata: “Barangsiapa ingin bertemu Allah esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus menjaga benar-benar sholat pada waktunya ketika terdengar suara adzan. Maka sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala telah mensyari’atkan (mengajarkan) kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beberapa SUNANUL-HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk) dan menjaga sholat itu termasuk dari SUNANUL-HUDA. Andaikan kamu sholat di rumah sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Dan bila kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti kamu tersesat. Maka tidak ada seseorang yang bersuci dan dia sempurnakan wudhunya kemudian ia berjalan ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah subhaanahu wa ta’aala mencatat bagi setiap langkah yang diangkatnya menjadi kebaikan yang mengangkat derajatnya dan bagi setiap langkah yang diturunkannya menjadi penghapus kesalahannya. Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang terang kemunafiqannya. Sungguh adakalanya seseorang itu dihantar ke masjid didukung oleh dua orang kanan kirinya untuk ditegakkan di barisan saf.” (HR Muslim 3/387).
Berdasarkan hadits di atas sekurangnya terdapat beberapa pelajaran penting:
Pertama, seseorang yang disiplin mengerjakan sholat saat azan berkumandangakan menyebabkan dirinya diakui sebagai seorang muslim saat bertemu Allahsubhaanahu wa ta’aala kelak di hari berbangkit. Sungguh suatu kenikmatan yang luar biasa…! Pada hari yang sangat menggoncangkan bagi semua manusia justru diri kita dinilai Allah subhaanahu wa ta’aala sebagai seorang hamba-Nya yang menyerahkan diri kepada-Nya. Kita tidak dimasukkan ke dalam golongan orang kafir,musyrik atau munafiq.
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ
”Barangsiapa ingin bertemu Allah esok hari sebagai seorang muslim, maka ia harus menjaga benar-benar sholat pada waktunya ketika terdengar suara adzan.”
Kedua, menjaga sholat termasuk kategori aktifitas SUNANUL-HUDA (perilaku atau kebiasaan berdasarkan pertunjuk Ilahi). Barangsiapa memelihara pelaksanaan kewajiban sholat lima waktu setiap harinya berarti ia menjalani hidupnya berdasarkan petunjuk dan bimbingan Allah subhaanahu wa ta’aala. Berati ia tidak membiarkan dirinya hidup tersesat sekedar mengikuti hawa nafsu yang dikuasai musuh Allah subhaanahu wa ta’aala, yakni syaitan.
فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى
”Maka sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala telah mensyari’atkan (mengajarkan) kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beberapa SUNANUL-HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk) dan menjaga sholat itu termasuk dari SUNANUL-HUDA.”
Ketiga, sholat di rumah identik dengan meninggalkan sunnah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Padahal tindakan meninggalkan sunnah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam merupakan gambaran raibnya cinta seseorang kepada Nabinya Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Sebaliknya, bukti cinta seseorang akan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam adalah kesungguhannya untuk melaksanakan berbagai sunnah beliau, Nabi Muhammadshollallahu ’alaih wa sallam.
وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ
”Andaikan kamu sholat di rumah sebagaimana kebiasaan orang yang tidak suka berjama’ah berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.”
Keempat, meninggalkan sunnah Nabi akan menyebabkan seseorang menjadi TERSESAT. Berarti tidak lagi hidup di bawah naungan bimbingan dan petunjuk Allah. Sungguh mengerikan, bilamana seorang muslim merasa menjalankan kewajiban sholat, namun karena ia kerjakannya tidak di masjid, maka hal itu menyebabkan dirinya menjadi tersesat dari jalan yang lurus…! Na’udzubillaahi min dzaalika.
وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ
”Dan bila kamu meninggalkan sunnah Nabimu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti kamu tersesat.”
Kelima, barangsiapa menyempurnakan wudhu lalu berjalan ke masjid, maka hal itu akan mendatangkan kenaikan derajat dan penghapusan kesalahan.
وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً
”Maka tidak ada seseorang yang bersuci dan dia sempurnakan wudhunya kemudian ia berjalan ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah subhaanahu wa ta’aala mencatat bagi setiap langkah yang diangkatnya menjadi kebaikan yang mengangkat derajatnya dan bagi setiap langkah yang diturunkannya menjadipenghapus kesalahannya.”
Keenam, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu menggambarkan bahwa pada zaman Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam masih hidup di tengah para sahabatradhiyallahu ’anhum jika ada yang tertinggal dari sholat berjamaah maka ia dipandang identik dengan orang munafiq sejati
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ
”Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang terang kemunafiqannya.”
Ketujuh, di zaman Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sedemikianbersemangatnya orang menghadiri sholat berjamaah di masjid sampai-sampai ada yang dipapah dua orang di kiri-kanannya agar ia bisa sholat berjamaah di masjid
وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفّ
”Sungguh adakalanya seseorang itu dihantar ke masjid didukung oleh dua orang kanan kirinya untuk ditegakkan di barisan saf.”
Ya Allah, berkahi, mudahkan dan kuatkanlah kami untuk selalu sholat lima waktu berjama’ah di masjid bersama saudara muslim kami lainnya. Amin.-
Hidup dan berkelakuan berdasarkan petunjuk Allah subhaanahu wa ta’aala merupakan suatu tuntutan sekaligus indikator beriman tidaknya seseorang. Seorang yang beriman tentu akan berusaha keras agar segenap gerak-gerik hidupnya berada di bawah naungan dan bimbingan Allah subhaanahu wa ta’aala. Ia sadar bahwa jika ia tidak mengikuti pertunjuk ilahi, maka niscaya ia akan ditunggangi musuh Allah subhaanahu wa ta’aala, yaitu syethan. Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menegaskan bahwa sholat berjamaah di masjid merupakan bagian penting dari SUNANUL HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk)
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَنَا سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى الصَّلَاةَ فِي الْمَسْجِدِ الَّذِي يُؤَذَّنُ فِيهِ (صحيح مسلم)
Rasulullah s.a.w. mengajarkan kepada kami SUNANUL HUDA (perilaku berdasarkan hidayah/petunjuk), dan di antaranya ialah sholat di masjid di mana terdengar kumandang adzan. (HR Muslim 3/386)
Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dan para shohabat radhiyallahu ’anhum ’ajma’iin telah mencontohkan kepada kita bagaimana mereka sangat peduli dan konsisten dalam menegakkan sholat lima waktu berjamaah di masjid. Sedemikian kerasnya anjuran untuk melakukannya sehingga Nabi shollallahu ’alaih wa sallam pernah mengutarakan keinginan kuat dalam dirinya untuk mendatangi rumah-rumah mereka yang tidak menyambut seruan muadzin, kemudian membakar rumah mereka.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ (مسلم)
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Sesungguhnya sholat yang paling berat bagi kaum munafik adalah sholat isya dan subuh. Andai mereka tahu apa manfaat di dalam keduanya niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus merangkak-rangkak. Sungguh aku ingin memerintahkan sholat untuk didirikan, lalu aku perintahkan seseorang untuk mengimami manusia dalam sholat. Kemudian aku pergi bersama mereka dengan membawa beberapa ikat kayu bakar menuju kaum yang tidak menghadiri sholat berjamaah, lalu aku bakar rumah mereka dengan api. (HR Muslim 2/123)
Suatu ketika khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu saat berangkat menuju masjid untuk mengimami sholat melewati rumah putera beliau, Abdullah bin Abu Bakar radhiyallahu ’anhuma yang masih berstatus penganten baru. Baru beberapa bulan ia menikah dengan wanita sholehah nan cantik jelita bernama ’Atikah radhiyallahu ’anha. Ketika beliau lewat di depan rumah anaknya terdengar suara senda gurau antara suami isteri penuh kecintaan. Lalu ia berlalu dengan harapan anaknya akan segera menyusul ke masjid bergabung dengan orang-orang beriman melaksanakan sholat fardhu berjamaah. Begitu selesai mengimami sholat yang pertama kali ia cari di tengah jamaah yang sholat di belakangnya adalah anaknya, Abdullah radhiyallahu ’anhu. Satu per satu ia teliti, berkali-kali ia cari tidak ditemukan anaknya di sana.
Ketika pulang, Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu kembali berlalu melewati rumah anaknya, sekali lagi ia dapati senda gurau, suasana penuh keceriaan, kebahagiaan, ketenteraman antara sepasang suami-isteri yang baru memasuki pelaminan, masih terdengar oleh beliau dari luar rumah. Berkali-kali Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu ber-istighfar, dia ketuk pintu rumah anaknya dengan pelan…
Abdullah radhiyallahu ’anhu, anaknya, membuka pintu. Begitu terkejut ia ketika mendapati ayahnya di depan rumahnya. ’Atikah radhiyallahu ’anha juga begitu terperangah ketika menyadari bahwa yang datang adalah mertuanya.
Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu mengatakan kepada Abdullah radhiyallahu ’anhu serta isterinya ’Atikah radhiyallahu ’anha: ”Wahai anakku Abdullah, kamu dapatkan kebahagiaan duniawi dengan isterimu, tapi engkau lalaikan jihad, engkau telah lalai terhadap perintah-perintah Allah subhaanahu wa ta’aala, engkau telah lalaikan sholat berjamaah.
Wahai menantuku ’Atikah, engkau tidak bisa membahagiakan anakku. Kecantikanmu, keikhlasanmu untuk berbakti kepada suamimu menyebabkan dia lalai menegakkan sholat berjamaah.
Hari ini, wahai anakku Abdullah, aku minta kau ceraikan isterimu, pisahkan dia dari tempat tinggalmu..! Talak dia dan perlakukan dia sebagaimana wanita-wanita lainnya..!”
Pucat pasi kedua pengantin baru tersebut. Akhirnya Abdullah radhiyallahu ’anhu menceraikan ’Atikah radhiyallahu ’anha. Waktu terus berjalan semenjak perceraian antara mereka berdua. Satu hari perceraian mereka, dua hari, tiga hari, satu pekan, dua pekan, Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu melihat penderitaan mereka. Penderitaan suami yang mencintai isteri yang telah ia ceraikan. Penderitaan seorang isteri yang telah diceraikan suami yang ia cintai.
Kemudian Abu Bakar Ash-shiddiq radhiyallahu ’anhu memanggil anaknya Abdullahradhiyallahu ’anhu dengan berkata: ”Aku minta kamu rujuk kembali dengan mantan isterimu, ’Atikah. Saya izinkan kamu mengembalikan dia sebagai isterimu dengan harapan kamu jadikan ini sebagai pelajaran kecintaan kepada jihad fi sabilillah di atas kecintaanmu kepada siapapun, termasuk kepada isterimu ’Atikah.”
Ya Allah, ya Rahmaan ya Rahiim, jadikanlah kecintaan kami kepada sholat berjamaah di masjid laksana kecintaan kami kepada Engkau, RasulMu dan al-Jihad fii sabilillah yang lebih kami cintai dari apapun dan siapapun di dunia yang fana ini. Amin


saya ambil dari: Kajian Islam

Ru'yatul Hilal untuk Menentukan Awal dan Akhir Ramadan

assalamualaikum
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Karib bahwasanya Ummu Al-Fadl binti Harits mengutusnya untuk menemui Muawiyah di Syam, kemudian ia berkata, "Aku pun mendatanginya di Syam dan menyampaikan maksud kedatanganku. Kemudian datanglah hilal sebagai tanda datangnya bulan Ramadhan. Ketika itu aku berada di syam bertepatan dengan malam Jum'at. Kemudian aku pergi menuju Madinah pada akhir bulan, ketika itu Abdullah Ibnu Abbas ra. bertanya kepadaku tentang hilal, akupun menceritakan bahwa aku telah melihatnya." Ia bertanya kembali, "Kapan kamu melihatnya?" Aku menjawab, "Pada malam Jum'at." Kemudian ia bertanya kembali, "Kamu melihatnya sendiri?" Maka aku pun menjawab: "Ya, dan penduduk Syam juga telah melihatnya, mereka berpuasa termasuk Muawiyah." Maka ia berkata, "Di sini kita melihatnya pada malam Sabtu, maka kami masih berpuasa dan akan menyempurnakannya menjadi tiga puluh hari sampai kami melihat hilal" Maka akupun bertanya, "Apakah tidak cukup dengan hilal yang di lihat oleh Muawiyah dan puasa mereka sebagai bukti?" Ia menjawab: "Tidak, inilah yang telah diajarkan oleh Rasulullah" (HR. Muslim)
Hadis ini telah menjadi landasan bagi sebagian ulama yang berpendapat bahwa penduduk suatu negeri tidak diperbolehkan mengikuti ru'yah hilal negeri yang lain. Dari masalah ini lahirlah beberapa madzhab dengan pendapat ulama yang beragam. Perbedaan pendapat yang terjadi di antara mereka dikarenakan pemahaman masing-masing terhadap teks keagamaan yang telah baku (Al-Quran dan Al-Hadits).

1. Salah satu madzhab yang ada adalah: Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir dari Ikrimah dan Qasim Ibnu Muhammad, Salim dan Ishak, dan diriwayatkan oleh Turmudzi dan Mawardi (dari golongan Syafi'iyah) mereka berpendapat bahwa setiap negeri mempunyai ru'yah hilal sendiri dan tidak boleh melihat negeri yang lain.

2. Telah di sebutkan oleh Ibnu Majsyun: Suatu negeri tidak diperbolehkan melihat hasil ru'yah hilal negeri yang lain, kecuali dengan persetujuan atau ketetapan kepala negara (Al-Imam Al-A'dham). Apabila kepala negara telah memutuskan, bahwa ru'yah hilal negeri yang berada di bagian barat sama dengan bagian tengah, maka semua penduduk negeri tersebut diwajibkan untuk mengikutinya, karena baginya negeri-negeri bagian tersebut ibarat satu, jadi ketika memberikan hukum pada yang satu yang lain pun mengikuti.

3. Apabila negara tersebut berdekatan, maka mereka dapat disatukan dalam satu hukum dan ketetapan (satu ru'yah hilal), apabila berjauhan, maka terdapat dua pendapat: Mayoritas ulama berpendapat tidak boleh di satukan sedangkan yang lain mengatakan harus disatukan. Ada pun yang di maksud dengan "jauh" disini adalah:
a) Berbeda tempat terbitnya matahari.
b) Apabila diukur dengan perjalanan, maka ia termasuk ke dalam perjalanan dekat.
c) Perbedaan iklim pada negara-negara bagian tersebut.
d) Perbedaan geografis, ketinggian atau kerendahan daratan, yang satu berbentuk bukit dan yang lain di dataran rendah atau seluruh negara ada pada satu iklim. Dalil yang mereka pergunakan adalah hadis di atas, karena Ibnu Abbas ra tidak mengikuti penduduk Syam. Dan dijelaskan pada akhir hadis: "Itulah yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw," maka hadis tersebut menunjukkan tidak diperbolehkannya satu kaum untuk melihat kaum yang lain.

Golongan Malikiyah berpendapat: seandainya satu negeri telah melihat ru'yah maka yang lain harus mengikuti. Hafid Ibnu Hajar berpendapat: bahwa Hurasan dan Andalus diharuskan untuk melihat hilal kembali.

Dari pendapat para ulama di atas, jelas sudah bahwa yang diharuskan melihat secara langsung adalah negara yang saling berjauhan, sehingga berbeda waktu terbit dan terbenamnya matahari dan bulan seperti Hurasan dan Andalus atau negara lain yang menyerupainya, maka ru'yah yang mereka dapatkan di negaranya tidak dapat dipergunakan untuk negara bagian yang lain. Inilah pendapat yang dipegang mayoritas ulama, yang diasumsikan sebagai maksud dari hadis Nabi di atas. Wallahu Al-Muwafik Ila Sawaa As-Sabil.


(Disunting dari al-Shiyâm fî 'l-Islam, karya Dr. Ahmad Umar Hasyim. Penyunting dan alih bahasa: Yessi Afdiani NA.) 
Wassalam